Minggu, 02 Januari 2011

contoh tugas paper filsafat pancasila

TARIAN BEBAUR DALAM NLAI PANCASILA

I. PENDAHULUAN

Kebudayaan melayu khusus nya kepulauan Bangka Belitung adalah sebuah termilogi yang begitu unik dan menarik bagi sebagian kalangan, namun sebgian lain melihatanya dari sisi negative.

Terlepas dari perdebatan antara dua kalangan tersebut, melayu yang khususnya kepulauan Bangka Belitung, tak kan habis – habisnya untuk di kaji, di perdebatkan, ditelaah dan dikupas dalam reliatas maupun konteks sosiobudayanya

Kebudayaan kepulauan Bangka Belitung dimakanai dengan pengertian yang sempit sebagai etni yang ada dinusantara, atau bisa melebar sebagai ras dan peradaban dalam lingkup dunia melayu.

II. LATAR BELAKANG

Berbaur adalah kata lain dari berkumpul, menyatu atau bersatu. Berbaur di simbolkan suatu gabungan dari beberapa etnis yang ada di kepulauan bangka belitung.

Meskipun kepulauanBangka Belitung lebih dikenal dengan rumpun melayu, kepulauan Bangka Belitung pada abad 17 pernah di penduduki oleh etnis china yang datang, untuk berdagang dan membuka tambang inkonvensional di tanah Bangka.

Denagan aktivitas seperti itu, tidak jarang terjadi kawin silang, atau kawin beda etnik antara kaum melayu denagn kaum pendatang china

Dengan adanya simbol seperti itu, menjadikan kepulauan Bangka Belitung kaya, kaya akan persatuan dan perpaduan atnik yang beragam.

Kebudayaan etnis Cina sudah bercampur dengan kebudayaan penduduk lokal.
Dalam pergaulan sesama etnis mereka menggunakan “bahasa keakraban”, yaitu
bahasa Cina dengan banyak kata pinjaman dari bahasa Melayu Bangka

Dalam berkomunikasi dengan etnis Melayu, etnis Cina menggunakan “bahasa solidaritas” yaitu bahasa Melayu Bangka . Penggunaan bahasa seperti ini merupakan salah satu standar ideal hubungan antaretnis di kepulauan Bangka

Bahasa subetnis Hokkian, Kong Fu, dan lain-lain hanya digunakan dalam lingkungan keluarga masing-masing karena
pada umumnya masing-masing subetnis tidak memahami bahasa subetnis lainnya.

Selain bahasa, dalam hal berbusana etnis Cina dengan etnis Melayu memiliki
kemiripan. Ini di buktkan pemakaian kain kebaya
sering dipakai oleh perempuan dewasa usia 40-an ke atas atau perempuan yang
sudah menikah, baik golongan perempuan dari Cina maupun etnis Melayu. Perempuan
dewasa etnis Cina menyukai kebaya yang di dunia mode disebut “kebaya encim”.
Kebaya ini terbuat dari bahan “Paris rubiah” dengan warna-warna yang lembut.
Untuk padanan kebaya tersebut, mereka memakai kain sarung batik pesisir dari
Pekalongan, Lasem, dan Cirebon yang berwarna cerah, seperti merah, kuning, hijau.
Motif kain yang disukai adalah motif naga (liong) dan burung hong serta motif bunga bunga, daun-daunan, dan pohon-pohon.


III. PERAN ETNIS CHINA DI PULAU BANGKA

Pada tahun 1770, Sultan Kesultanan Palembang Darussalam, Ahmad Najamuddin Adi Kesumo (memerintah pada tahun 1758 - 1776) mulai mendatangkan pekerja-pekerja dari Cina untuk menambang Timah guna meningkatkan produksi timah di Pulau Bangka, sejak itu mulailah berdatangan orang-orang Cina dari Siam, Malaka, Malaysia dan dari Cina Selatan ke Pulau Bangka. Kebanyakan mereka berasal dari suku Hakka (Khek) dari Propinsi Guang Xi. Pekerja atau kuli tambang yang berasal dari Cina banyak yang berbaur dengan penduduk setempat atau masyarakat Melayu dan kemudian mereka menikah. Jadi pada dasarnya orang-orang Cina Bangka sekarang adalah keturunan dari perempuan Melayu

IV. KETERTARIKAN

Ketertarikan saya mengikuti tarian bebaur ini di samping tarian melayu. Konsep garapan mahasiswa UNY ini sanagt matang kena akan realita yang ada di kepulauan Bangka Belitung.

Di samping saya tartarik dengan konsep nya, saya juga di beri kesempatan untuk menuangkan ide garapan atau menyumbang gerak kepada para mahasiswa UNY tersebut.
Saya sangat senang menarikan tarian ini karena harus memerankan seorang pemuda kaum melayu yang harus menikah dengan para amoy.

Apakah amoy itu? Amoy adalah sebutan para gadis – gadis china yang masih remaja yang tinggal di kepulauan Bangka Belitung. Para penduduk khusus nya para bujang senang memanggil merekan dengan subutan amoy tersebut.

V. HUBUNGAN DENGAN PANCASILA

Tarian bebaur apabila di hubungkan dengan pancasila lebih mendekati ke asas persatuan. Dan bila di cocokkan lebih mendekati dengan sila ke 3 yaitu persatuan indonesia, yang dimana dalam sila tersebut mempunyai makna yang sama dengan simbol tarian tersebut.

Selain berhungan dengan pancasila, ada juga peribahasa yang berhungan dengan ke panasilaan dan simbol tarian itu, yaitu bhineka tunggal ika, berbeda beda tapi tetap satu jua.



VI. SINOPSIS TARIAN BEBAUR

Bebaur, yang berarti bersatu dalam keberbedaan
Tarian yang menceritakan menyatunya antara kaum bujang dengan kaum amoy di daerah kepulaun Bangka Belitung.
Kaum bujang dengan percaya diri dan bermodal keyakinan ingin melamar gadis remaja dari kaum china.


VII. MAKNA TARIAN BEBAUR

Telah di singgung di latar belakang berbaur adalah suatu simbol persatuan antara berbagai etnik.

Jadi makna tarian ini adalah suatu pengambaraan realis dai daerah kepulauan bangka belitung, yang mengangkat perpaduan suku atau etnik yang berbeda yang hidup selaras tanpa adanya pertentangan.

VIII. PROSES LATIHAN

Proses penciptaan tarian bebaur memakan waktu selama dua setengah bulan dan melibatkan mahasiswa Institut Seni Indonesia untuk membantu suatu garapan tarian tersebut.

Dalam Proses latihan, garapan tarian Bebaur mempunyai kendala dalam masalah tempat, waktu dan para pendukung terciptanya tarian tersebut. Selama proses garapan berlangsung , koreografer mempunyai kendala masalh tidak tersedianya tempat yang layak untuk latihan tarian berbaur,

Di samping masalh tempat para mahasiswa UNY tersebut memakai penari Institut Seni Indonesia dengan jadwal yang sangat padat. Jadi setiap proses latihan tidak jarang dengan penari yang denagn jumlah sedikit.


IX. KESIMPULAN

Bila di tarik kesimpulannya tarian bebaur sangatlah dekat dengan pancasila. Tarian bebaur dijadikan pilhan untuk karya tari untuk menunjukan kepada orang luar bahwa berbagai suku atau ras dapat bersatu dalam keselarasannya

X. PENUTUP

Jadi keterbukaan struktur masyarakat Melayu Bangka dan kebudayaannya sangat memungkinkan untuk mengakomodasi perubahan-perubahan kebudayaan dan penyerapan unsur-unsur kebudayaan yang berbeda-beda, sepanjang perubahan dan penyerapan tersebut tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip agama Islam, adat istiadat dan sopan santun Melayu.

Itu pula sebabnya orang Melayu di Kepulauan Bangka Belitung cenderung dapat menerima kehadiran orang-orang lain yang bukan Melayu untuk hidup bersama dan membaur dalam suatu komunitas, baik dalam kontek pemukiman, kampung, rukun warga, maupun dalam konteks bertetangga atau bersebelahan rumah, bahkan banyak pula yang sudah merambah dalam bentuk hubungan yang lebih dekat lagi yaitu ikatan perkawinan.

Sebagai contoh bagaimana rukunnya masyarakat Melayu dengan orang-orang Cina di Bangka sehingga ada pepatah yang mengatakan ”Fangin Tongin Jitjong” walaupun pada pengertian dan kontekstual tata bahasa istilah tersebut menunjukkan adanya perbedaan yang sangat mendasar. Perkawinan antara orang Cina dengan orang Melayu di Bangka merupakan hal yang biasa, malah ada anggapan bahwa orang Cina Bangka sekarang adalah keturunan perempuan Melayu karena pada waktu mereka datang ke Bangka sebagai pekerja-pekerja di tambang-tambang timah (parit) mereka tidak membawa anak dan istri. Dalam bahasa Cina setempat dikenal istilah mencari ”Fan to” yang berarti mencari teman hidup atau pasangan hidup, yaitu perempuan Melayu

Dengan demikian para mahasiswa UNY mempunyai ide untuk memvisualisasikan dalam bentuk suatu karya tari yang menyatukan 2 etnis yang berbeda antara china dengan melayu.


























XI. FOTO - FOTO